Hari Kebangkitan Nasional yang bertepatan dengan 20 Mei  hari ini, marilah segenap Blogger mania bersama mencoba untuk   mengolahragakan otak guna mencari file yang sudah di save dalam long   memory pribadi masing-masing. Tentunya hal itu masih bertalian dengan   perjalanan sejarah yang diawali dengan lahirnya gerakan nasionalis   pertama yaitu Boedi Oetomo (1908) dan Sumpah Pemuda (1928).
Dimulai dengan lahirnya gerakan nasionalis pertama Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, seabad plus setahun yang lalu. Pergerakan nasional ini diprakarsai oleh Dokter Soetomo di Jakarta. Dengan dorongan dilahirkannya Boedi Oetomo ini, kemudian lahirlah Sarekat Islam, di tahun 1912, di bawah pimpinan Haji O.S. Tjokroaminoto bersama Haji Agus Salim dan Abdul Muis.Namun, terlepas dari hal tersebut diatas, kita tidak bisa pungkiri bahwa realita saat ini tidaklah demikian. Kita pribadi terkadang merasakan aroma ketidak pedulian masyarakat terhadap ruang sejarah publik yang seharusnya dapat dikeruk manfaatnya. Betapa tidak, coba saja tenggok tanggal 2 Mei kemarin yang bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional. Momentum ini hanya diperingati secara seremonial saja tanpa ada implementasi kritis yang terus berkesinambungan. Akibatnya nasib pendidikan di negeri kita yang tercinta ini masih memprihatinkan.
Dalam tahun 1912 itu lahir pula satu gerakan politik yang amat penting, yaitu Indische Partij yang dimpimpin oleh Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi), R.M. Suwardi Suryaningrat dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Tahun 1913, partai ini dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda dan pemimpin-pemimpinnya ditangkapi dan kemudian dibuang dalam pengasingan.
Kebangkitan   bukanlah sekedar melek dari ngantuk, atau berdiri tegak dari duduk,   melainkan motivasi apa gerangan yang menggelitik sehingga insan melek   dari kantuknya sehingga ia tegak berdiri dari santainya yang   berleha-leha.
Sulit dipungkiri ! Andailah dipikir panjang teriring jiwa tenang, manusia kini ternyata tengah dilanda kegelisahan yang amat parah, kegelisahan yang tidak Cuma disebabkan oleh satu hal, namun disebabkan oleh berbagai hal yang pada saat ini tengah mementaskan peranannya yang merisaukan.
Risau   adalah pangkalnya segenap jikalau, dan andai jikalaunya terlampau   membludak, maka hidup ini akan kehilangan arah, kehilangan makna, yang   termasuk amal kreatifitasnya. Dan andai hidup terputus dari gerak   kreatifitasnya, maka bersemaraklah mimpi-mimpi yang penuh dengan   ‘berandai-andai’.
Manusia adalah jenis makhluk yang doyan berfikir, yang bahkan oleh Ibn Khaldun disanjungnya sebagai sumber segenap kesempurnaan dan puncak segala kemuliaan, andai dibandingkan dengan makhluk lainnya ciptaan Allah !. namun dengan segenap sanjungan yang disandangnya terukir senyum bangga, diam-diam makhluk yang namanya manusia itu….. semakin lama semakin gelisah saja tinggal di pemukiman fana ini. Ia gelisah menatap masa depannya. Ia gelisah menatap segenap bentuk perubahan culture, perubahan pitutur, bahkan perubahan umurnya sendiri yang semakin uzur.
Manusia dengan sandang sanjungnya gelisah terhadap segenap kemunduran dan kemajuan umat. Gelisah terhadap canggihnya teknologi yang semakin memukau, gelisah terhadap berbagai tantangan hidup yang semakin membingungkan dan membimbangkan sambil tak menyadari bahwa Tuhan tak membebani umat-Nya dengan takaran tantangan yang berlebihan. Atau dengan kata lain, pada hakekatnya manusia itu tidak dibebani beban orang lain sehingga, andai ia tak mampu bangkit, tak usahlah menyalahkan orang lain, lebih-lebih lagi menyalahkan Tuhannya sendiri ! dan iapun tak memikul dosa orang lain !
Manusia   yang masih bercokol dalam wawasan jahiliyah yang sempit, yang   parsial-simpek, akan sulit bangkit dalam arti sebenar-benarnya. Sebab,   kebangkita yang sejati dimulai dari kebangkitan tata pikir yang lebih   dewasa, yang tidak kekanak-kanakan, yang kokoh konstruktif, yang   berencana matang.
Agama   mencanangkan perubahan nasib lewat usaha dalam kelurusan niat. Dalam   arti bahwa pluit dimulainya perjuangan hidup tak usahlah menanti dulu   aba-aba yang munculnya dari langit. Memang itulah yang dikehendaki Sang   Kreator : ’Tak kan berubah nasib suatu bangsa, kecuali bangsa itu yang   merubahnya sendiri’. Ini menandakan bahwa Tuhan telah maha jujur   terhadap kreasi-Nya sendiri, dalam hal ini kreasi yang berwujud makhluk   berakal, yang diberi lahan berpikir, yang diberi lahan usaha.
Setelah   sadar bahwa Tuhan bukanlah diktator, mengapa umat berpangku tangan  saja  menanti guyuran nasib? Mengapa umat tak mampu merombak sistem  berpikir  yang telah usang dan lapuk, yang tak sesuai lagi dengan  tantangan yang  semakin berkembang, yang tak seiring dengan  mengembangnya daya pikir  kekhalifahan insan, yang tak seiring dengan  mengembangnya jagat raya itu  sendiri?
Bangkit  yang sebenar-benarnya bangkit bukanlah sekadar menghambur-hamburkan  anjuran manis yang tanpa bekas.  Merombak cara berpikir bukanlah merombak  aqidah yang lempang sebab  aqidah itu sendiri akan senantiasa terusung  nilainya di dalam evolusi  berpikir yang sehat dan jujur. Tuhan tak kan  merelakan agama diusung  oleh kesempitan pikir, sebab agama itu sendiri  diturunkan pada manusia  justru untuk menyelamatkan manusia dalam  kesesatan pikiran.
Dengan jiwa mutma’innah, semoga tidak teralami kembali kutukan terhadap negeri Saba, yang diporak-porandakan Tuhan disebabkan oleh para penghuninya yang pintar namun tak sudi syukur terhadap Gusti Allahnya.
Alangkah indahnya negeri yang semarak ilmu, semarak teknologi, yang ilmu dan teknologinya berguna bagi kesejahteraan ummat karena diimbas oleh nilai-nilai spiritual. Negeri demikian adalah negeri yang berilmuwan dan berteknologi penuh ketaqwaan, yang tak takkabur berkat ilmu dan kecanggihan teknologinya, yang penuh syukur terhadap Tuhan yang Mahaluhur.
Dengan jiwa mutma’innah, semoga tidak teralami kembali kutukan terhadap negeri Saba, yang diporak-porandakan Tuhan disebabkan oleh para penghuninya yang pintar namun tak sudi syukur terhadap Gusti Allahnya.
Masa   lampau merupakan pelajaran buat masa kini, musibah masa lampau tak   usahlah terulang kembali. Marilah kita berjuang membangun kebenaran   Allah tanpa didekili interes yang kusam, kita bangun negeri yang   baldatun tayyibatun wa-Rabbun ghafur, negeri indah adil makmur dalam   ampunan Allah !
Dengan   berbekal seabrek pengalaman sejarah yang tidak hanya menginjak harga   diri siapapun, sudah saatnya kita sebagai salah satu dari komponen   masyarakat Indonesia mulai berbenah diri dan bersatu guna membangun   negara kita agar jauh lebih baik lagi. Mari kita intropeksi diri secara   totalitas sehingga kita mempunyai suatu kesadaran ruang, posisi, dan   moral yang balance.
Namun   hal lain yang perlu mendapatkan sentuhan lebih adalah masalah   pendidikan. Bagaimanapun juga, indikasi yang paling dominan untuk   menunjukkan suatu peradaban maju dari sebuah bangsa adalah ketika sektor   pendidikannya berkualitas lebih.
Semoga   momen kebangkitan nasional ini bukanlah sekadar slogan-slogan belaka,   melainkan kebangkitan yang penuh daya kreatif, energik, yang mampu   memberi arti pada kehidupan, yang mampu memupus segala kegelisahan kini,   yang mampu menggelarkan fitrah kesucian dalam genangan Ridho Ilahi Rabbi.
Oleh   karena marilah kita bersama-sama menjadi salah satu bagian dari   orang-orang yang memiliki kesadaran ruang, posisi, dan moral yang   tinggi, sehingga Indonesia benar-benar bangkit menjadi bangsa yang   bersahaja, sentosa, adil berkemakmuran dan makmur berkeadilan. Amien!

0 komentar:
Posting Komentar