{EAV:aecf92bd2f130696}
Muharram adalah bulan di mana umat Islam mengawali tahun kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan. Muharram menjadi salah satu dari empat bulan suci yang tersebut dalam Al-Quran. "Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, tersebut dalam Kitab Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara kedua belas bulan itu ada empat bulan yang disucikan."
Muharram adalah bulan di mana umat Islam mengawali tahun kalender Hijriah berdasarkan peredaran bulan. Muharram menjadi salah satu dari empat bulan suci yang tersebut dalam Al-Quran. "Jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, tersebut dalam Kitab Allah pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Di antara kedua belas bulan itu ada empat bulan yang disucikan."
Keempat bulan itu adalah, Zulqaidah,            Zulhijjah, Muharram dan Rajab. Semua ahli tafsir Al-Quran sepakat            dengan hal ini karena Rasululullah SAW dalam haji kesempatan haji terakhirnya                       mendeklarasikan, "Satu tahun terdiri dari dua belas bulan, empat            di antaranya adalah bulan suci. Tiga di antaranya berurutan yaitu Zulqaidah,            Zulhijjah, Muharram dan ke empat adalah bulan Rajab."
Selain keempat bulan khusus itu, bukan berarti bulan-bulan            lainnya tidak memiliki keutamaan, karena masih ada bulan Ramadhan yang            diakui sebagai bulan paling suci dalam satu satu tahun. Keempat bulan            tersebut secara khusus disebut bulan-bulan yang disucikan karena ada                       alasan-alasan khusus pula, bahkan para penganut paganisme di Makkah            mengakui keempat bulan tersebut disucikan.
Pada dasarnya setiap bulan adalah sama satu dengan            yang lainnya dan tidak ada perbedaan dalam kesuciannya dibandingkan            dengan bulan- bulan lain. Ketika Allah SWT memilih bulan khusus untuk            menurunkan rahmatnya, maka Allah SWT-lah yang memiliki kebesaran itu            atas kehendakNya. 
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ibadah puasa yang paling baik setelah puasa Ramadan adalah berpuasa di bulan Muharram."
Meski puasa di bulan Muharram bukan puasa wajib,            tapi mereka yang berpuasa pada bulan Muharram akan mendapatkan pahala            yang besar dari Allah Swt. Khususnya pada tanggal 10 Muharram yang dikenal            dengan Hari 'Asyura.
Ibnu Abbas mengatakan, ketika Nabi Muhammad Saw            hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di            Madinah biasa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Menurut orang-orang            Yahudi itu, tanggal 10 Muharram bertepatan dengan hari ketika Nabi Musa            dan            pengikutnya diselamatkan dari kejaran bala tentara Firaun dengan melewati            Laut Merah, sementara Firaun dan tentaranya tewas tenggelam.
Mendengar hal ini, Nabi Muhammad Saw mengatakan,           "Kami lebih dekat hubungannya dengan Musa daripada kalian"            dan langsung menyarankan agar umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura. 
Bahkan dalam sejumlah tradisi umat Islam, pada awalnya berpuasa pada            hari 'Asyura            diwajibkan. Kemudian, puasa bulan Ramadhan-lah yang diwajibkan sementara            puasa pada hari 'Asyura disunahkan.
Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika            Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan            umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa            wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan                       kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa            pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau."            Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah            melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.
Abdullah Ibn Mas'ud mengatakan, "Nabi Muhammad lebih memilih berpuasa pada hari 'Asyura dibandingkan hari lainnya dan lebih memilih berpuasa Ramadhan dibandingkan puasa 'Asyura." (HR Bukhari dan Muslim).
Pendek kata, disebutkan dalam sejumlah hadist bahwa            puasa di hari 'Asyura hukumnya sunnah. Beberapa hadits menyarankan agar puasa hari 'Asyura            diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari 'Asyura.            Alasannya, seperti diungkapkan oleh Nabi Muhammad Saw, orang Yahudi            hanya berpuasa pada hari 'Asyura saja dan Rasulullah ingin membedakan            puasa umat Islam dengan puasa orang Yahudi. Oleh sebab itu ia            menyarankan umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura ditambah puasa satu            hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya (tanggal 9 dan 10 Muharram            atau tanggal 10 dan 11 Muharram).
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak            bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada            10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun            ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu boleh dilakukan.
Meski demikian banyak legenda dari salah pengertian            yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari 'Asyura, meskipun            tidak ada sumber otentiknya dalam Islam. Beberapa hal yang masih menjadi            keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari'Asyura            Nabi Adam diciptakan, pada hari 'Asyura Nabi Ibrahim dilahirkan, pada            hari 'Asyura Allah Swt menerima tobat Nabi Ibrahim, pada hari 'Asyura            Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada            hari 'Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. 
Semua legenda            itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan            bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk            hari 'Asyura.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari 'Asyura            dengan kematian cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan            tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam            sejarah Islam. Namun kesucian hari 'Asyura tidak bisa dikaitkan dengan                       peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari 'Asyura            sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran            Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya            dalam pertempuran itu bersamaan dengan            hari 'Asyura.
Anggapan-anggapan yang salah lainnya tentang bulan            Muharram adalah kepercayaan bahwa bulan Muharram adalah bulan yang tidak            membawa keberuntungan, karena Husain terbunuh pada bulan itu. Akibat            adanya anggapan yang salah ini, banyak umat Islam yang tidak melaksanakan            pernikahan pada bulan Muharram dan melakukan upacara khusus sebagai                       tanda ikut berduka atas tewasnya Husain dalam peperangan di Karbala,            apalagi disertai dengan ritual merobek-robek baju atau memukuli dada            sendiri.
Nabi Muhammad sangat melarang umatnya melakukan            upacara duka karena meninggalnya seseorang dengan cara seperti itu,            karena tindakan itu adalah warisan orang-orang pada zaman jahiliyah. 
Rasulullah bersabda, "Bukanlah termasuk umatku yang memukuli dadanya, merobek bajunya dan menangis seperti orang-orang pada zaman jahiliyah."
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem            kalender Islam. Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya            ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan pada            bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan pertumpahan                       darah.
0 komentar:
Posting Komentar